EKSKLUSIFITAS PEMUKIMAN. Oleh: "Sedih Hati" (---@hotmail.com)
Ucapan klise dan stereotyping dari Sutiyoso dan hampir semua tokoh
masyarakat baik etnik Tionghoa sendiri maupun dari yang lain a.l:
menyatakan selalu terjadi eksklusifitas pemukiman.
Omong kosong ini tidak didasarkan fakta universal dan sangat
menggeneralisasi.
Sekarang coba kita tanya pada diri sendiri (dan saya yakin banyak
diantara kita yang selama kurun 20 thn terakhir membeli rumah dari
para developer).
Coba kita lihat dari proses pembuatan keputusan beli rumah. Contoh
dari salah satu real estate yg cukup lama dan sukses: Kelapa Gading
Permai, Taman Aries, Sunrise, Kedoya, Pondok Indah dll.
Waktu kita dalam proses cari info sebelum beli :
1. apakah Anda ditanyai / diinterogasi keturunan apa, bukti WNI dll
sebelum kontrak jual belinya ?.
2.Dan apakah katakan Anda sendiri meminta khusus agar setidaknya
tetangga Anda kiri dan kanan spy suku Tionghoa dan jangan dijual ke
etnik lain ?.
Jadi omong kosong lah kalau dikatakan keturunan Tionghoa menciptakan
perumahan ekslusif.
Apapun yang Anda lakukan akhirnya dituduh tidak benar. Pokok
persoalannya adalah pemerintah. Seperti dikatakan teman teman bankir
di Singapura, kenapa rupiah tidak mau menguat lagi, adalah karena
rakyat dan dunia usaha tidak lagi percaya ke pemerintah dng segala
omongan tok.
Tidak ada penyelesaian mendasar. Kegagalan para agen pembangunan ini
masih tetap tidak disadari ke akarnya. Ini termasuk para ulama dari
semua agama, stereotyping ini masih tetap dipakai. Kenapa para
penghuni di jl Diponegoro tidak disebut menciptakan ekslusifitas para
pejabat misalnya. Lebak Lestari misalnya,koq orang Indonesia etnik
Jawa, Sunda, Batak pada menghuni daerah ini. Eksklusif dong jadinya
ayo bubarin.
Sungguh ucapan yang sangat superfisial dan tidak dipikirkan, asal buka
mulut.
Masalah suku Tionghoa di Indonesia kompleks itu harus disadari, dan
untuk etnik lainnya, kalau saat ini ada roda ekonomi yang tidak jalan
ya sudah. Toh kita juga harus sadar bahwa ada ungkapan di dunia usaha
yang sangat diyakini perush. Jerman: "No body here is replaceable, but
every body is certainly valueable to the company" Jadi bila suku
Tionghoa tidak kembali ya mulai lagi dari nol, belajar dan ciptakan
jejaring jejaring baru.
Untuk para suku Tionghoa, ingat para nenek moyang yang dulu datang ke
Indonesia tanpa bantuan internet, telepon; sebagian memang ada saudara
di Indonesia, tapi sblm sblm itu siapa manusia Tionghoa yang dulu
begitu gagah berani untuk pergi merantau dng bekal motivasi tinggi.
Banyak yang gagal dan ini tentu tidak dicatat sbg Oei Tiong Ham, Liem
Soei Liong sbg kisah sukses. Kisah gagal tidak disejarahkan.
Jadi mulailah di negara tempat Anda tinggal dari nol lagi, toh Anda
lihat tidak ada guna untuk pulang ke Indonesia. |
Copyright © 1998 INDO CHAOS All rights reserved. |