Surat terbuka untuk Usman Lubis.
Suart ini dikirim dari seorang pembaca INDO CHAOS untuk menanggapi pernyataan
dari Usman Lubis Bsc di harian Waspada(26.05.98).
Kepada Yth
Dengan Hormat,
Berikut ini kami sampaikan cuplikan dari pernyataan Bapak yang
disampaikan melalui media "Waspada" tertanggal 26 Mei
1998.
Di Kantor DPW PPP Sumut Jl. Raden Salah Medan Senin (25/5), dia
menilai, sikap WNI Turunan yang melakukan eksodus ketika terjadinya
aksi massa di daerah ini menunjukkan masih belum adanya rasa nasionalisme
dan kecintaannya terhadap bangsa dan negara.
Lebih dari itu, kata dia, mereka juga terkesan tidak mempunyai
rasa tanggungjawab dan senasib terhadap apa yang sedang terjadi
di negara ini yakni krisis moneter dan ekonomi.
Seharusnya, kata Usman, sebagai bangsa yang cinta akan tanah air
apun yang terjadi tidak akan melakukan eksodus. ''Karena hal itu
sangat jelek.'' Katanya, jangan ketika senang dan aman saja tinggal
dan mencari makan di Indonesia. ''Sementara ketika dalam keadaan
pahit
melakukan eksodus.''
Karenanya, dia mengharapkan pihak terkait menginventarisir dan
mencabut izin usaha mereka yang melakukan eksodus dan memberikan
kesempatan kepada pribumi sebagai pelaku ekonomi utama.
Dengan ini meminta agar Bapak bersedia mencabut kembali pernyataan
Bapak di atas karena pernyataan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Perlu kami tegaskan kepada Bapak bahwa dalam kasus ini, kaum WNI
Keturunan adalah korban dari kesewenang-wenangan. Mereka yang
mengungsikan diri (atau eksodus) dalam hal ini, hanyalah berusaha
untuk menyelamatkan nyawa mereka karena hidup mereka terancam
di bumi Indonesia yang kita cintai ini.
Kami ingin mengajak Bapak untuk membayangkan skenario berikut
ini sebagaimana yang sesungguhnya terjadi menimpa saudara-saudari
sebangsa kita, Warga Negara Indonesia, hanya karena mereka merupakan
keturunan Cina:
1. Bapak mengendarai motor dengan menggunakan helm tentunya, namun
secara terpaksa diberhentikan massa dan disuruh untuk membuka
helm.
Jika Bapak kebetulan memiliki kulit kuning langsat dan mata sipit
(karena WNI Keturunan), maka motor akan dirampas dan dibakar,
kemudian Bapak akan dipukuli hingga babak belur oleh massa.
2. Karena Bapak tidak biasa mengendarai motor, kita menyimak skenario
lain. Bapak naik mobil, tetapi tetap diberhentikan oleh massa.
Jendela mobil disuruh turunkan, jika Bapak tidak bersedia, kaca
mobil akan dipecahkan. Terpaksa diturunkan dan diamati oleh perusuh.
Dan jika Bapak adalah WNI keturunan Cina, Bapak tetap akan dipukuli
hingga puas
dan mobil tersebut dibakar.
3. Jika Bapak hanya diam di rumah, hal itu juga tidak akan menyelamatkan
Bapak. Sementara massa lain dengan bersukaria menghancurkan dan
membakar
toko-toko dan pusat perbelanjaan, massa lainnya menyerbu perumahan
dan daerah pemukiman penduduk. Mereka akan menggedor pintu rumah
Bapak. Jika memang Bapak ramah dan membukakan pintu, mereka masuk,
menjarah segala isinya, memperkosa istri dan
putri Bapak, memukuli Bapak hingga hancur dan tidak mampu melawan.
Jika tidak dibukakan pintu, mereka akan terus mendobrak hingga
pintunya hancur. Jika pintu tersebut tidak dapat didobrak, maka
mereka yang berputus asa akan mencoba untuk membakar rumah beserta
isinya, berikut penghuni yang terperangkap di dalam.
Kami mengemukakan skenario tersebut di atas, bukan untuk mempermainkan
dan menunjukkan kreatifitas kami dalam berpikir dan berpendapat.
Namun, ini yang sesungguhnya terjadi dan sudah dilaporkan dalam
berbagai media massa baik dalam negeri maupun luar negeri. Semoga
Bapak bisa membayangkan apa yang sesungguhnya menimpa saudara
saudari sebangsa kita. Perlu Bapak ketahui bahwa penjarahan, perusakan,
pembakaran dan bahkan pembunuhan terhadap WNI keturunan Cina terjadi
di hampir segenap pelosok di Sumatera Utara, Jakarta, dan lain-lain.
Setiap Warga Negara Indonesia berhak mendapat perlindungan secara
hukum. Bilamana hukum tidak dapat melindungi diri mereka, sebagaimana
yang diilustrasikan dalam skenario-skenario tersebut di atas,
bukankah mereka berhak untuk melindungi diri sendiri. Namun, karena
mereka tidak sanggup untuk melawan dan melindungi diri sendiri
dalam menghadapi
massa yang begitu banyak, mereka tidak memiliki alternatif lain
selain meninggalkan Indonesia sementara waktu hingga suasana cukup
aman di mana hidup dan nyawa mereka tidak terancam.
Oleh karena itu, tidaklah pada tempatnya jika Bapak mengatakan
bahwa
"... ini menunjukkan masih belum adanya rasa nasionalisme
dan kecintaannya terhadap bangsa dan negara.." dan "...
jangan ketika senang dan aman saja tinggal dan mencari makan di
Indonesia. Sementara ketika dalam keadaan pahit melakukan eksodus,"
karena tidak berdasar.
Betapa pun WNI keturunan Cina mencintai negeri ini and memiliki
jiwa nasionalisme yang tinggi, tindakan mereka meninggalkan Indonesia
untuk sementara hanyalah merupakan bentuk pembelaan diri.
Dengan demikian, kami meminta agar Bapak mencabut pernyataan tersebut.
Terima kasih.
Hormat kami,
WNI Keturunan Tionghoa. |