Refleksi Akhir Tahun 1998 Dari ISJ
December 16, 1998

Institut Sosial Jakarta

Institut Sosial Jakarta, Selasa (15/12) menyelenggarakan Refleksi Akhir Tahun 1998 . Refleksi ini mengatasnamakan Kebenaran dan Keadilan dengan judul Kontroversi Budaya HAM dalam Ikhtiar Mencapai Komisi-Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Indonesia.

Romo I. Sandyawan Sumardi,SJ selaku Direktur Eksekutif mengatakan refleksi ini masih dalam rangka memperingati 50 tahun Deklarasi Semesta HAM dan Komunitas Institut Sosial Jakarta berikhtiar menuangkan visi dan refleksi nya bedasarkan pengalaman keterlibatan dalam pendampingan serta pembelaannya terhadap kaum miskin urban dan kaum korban kekerasan.

Menurut kami , peristiwa-peristiwa yang menyangkut pelanggaran HAM belum terungkap dan tidak terselesaikan bahkan cenderung dibiarkan dan tenggelam oleh kasus-kasus pelanggaram HAM yang baru. Maka untuk mencapai rekonsiliasi sejati guna mencegah senjakala bangsa jatuh menjadi kegelapan peradapan, kami mengajukan prasyarat rekonsiliasi dengan mensyaratkan pelaksanaan "momen Keadilan" serta mengajukan langkah-langkah kongkret , kata Romo Sandy

Kami merekomendasikan siapapun dan aparat manapun yang melakukan dan menuntut pemerintah untuk menghentikan tindak pengejaran, ancaman , penculikan ,siksa dan aniaya terhadap kelompok masyarakat miskin, para mahasiswa,kaum muda.LSM dan kelompok masyarakat lainnya dan menuntut pemerintah untuk mengembalikan dan melepas para mahasiswa dan oraang-oraang yang selama ini diculik,disandera , ditahan dan belum kembali hingga hari ini.

Meminta Pemerintah segera meratifikasi konvensi-konvensi internasional , khususnya konvensi hak-hak sipil dan politik ,anti penyiksaan,anti diskriminasi Rasial dan merealisasikan nya dalam produk hukumpositif.Juga tentang penggunaan kekerasan dan senjata serta merancang dan menetapkan UU tentang penggunaan kekerasan dan senjata api oleh Aparat Penegak Hukum dengan mengadopsi Basic Principles on The Use of Force and Fireaarms by Law Enforcement Official dari PBB.

Lalu penting sekali bagi pemerintah meninjau sistem peradilan nasional dengan menimbangkan pelembagaan aneka bentuk penyelesaian pertikaian serta memisahkan peradilan militer dari cakupan sistem peradilan nasional sehingga pelanggaran HAM oleh unsur-unsur militer segera dapat diadili oleh dan dalam peradilan umum, ujar Romo Sandy.

Dalam hal ini juga usulkan pembentukan UU untuk mengawasi sistem inteligen negara yang sering jadi sumber persoalan besar menyangkut rincian dari kritik dwi fungsi ABRI. Bagi aparat keamanan yang terlibat perencanaan dan mobilisasi Pamswakarsa harus diperiksa sesuai dengan Konvensi Anti penyiksaan karena melanggar tindak kekerasan dan pimpinan Pamswakarsa harus diperiksa karena melanggar UU Darurat No. 12/51 tentang penggunaan Senjata Tajam.

Romo Sandy mengatakan , pengamanan sistem Rakyat Terlatih (RATIH) harus ditinjau kembali, karena pada dasarnya adalah bentuk militerisasi juga. Saya kira kalau tidak dipersenjatai, lahir dari inisiatif masyarakat sendiri sudah ada dalam siskamling dan ini sudah cukup bahkan lebih pada pertahan lokal masing-masing jadi akan sungguh-sungguh ,katanya,

Terakhir membentuk Dewan Rekonsiliasi Nasional yang terdiri daari Anggota Kelompok Ciganjur ditambah 50 orang wakil dari berbagai kelompokyang terdiri dari unsur-unsur: pemerintah dan ABRI (10%), partai politik (10%), tokoh keagamaan (10%), LSM Hak asasi (10%), Mahasiswa/I(10%), perguruan tinggi,lembaga penelitian dan kelompok profesi (10%),kelompok bisnis swasta dan industri kecil (10%),,kelompok perempuan (10%)dan kelompok kaum marginal (20%).

Tugas Dewan ini yaitu, mengumpulkan dan mengumumkan semua masukan dari kelompok-kelompok dalam masyarakat tentang pelaksanaan tuntutan-tuntutan diatas dan mengkaji dan mengumumkan tuntutan masyarakat untuk reformasi dan langkah-langkah kongkret yang berkaitan dengan solusi atas krisis dewasa ini. Dan dibentuk segera mungkin.

Apabila tuntutan diatas tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah dalam waktu 3 buklan, maka ada alasan bagi masyarakat umum bahwa pemerintah tidak mempunyai kemauan moral politik untuk dan menciptakan sistem sospol dan ekonomi yang lebih baik demi terhindar dari revolusi sosial.