Marilah Kita Akhiri Perusakan-perusakan Bermuatan SARA
December 2, 1998

Kompas Online

DENGAN sepenuh hati, kita serukan ajakan ini: marilah kita akhiri perusakan-perusakan bermuatan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), apalagi perusakan rumah-rumah ibadah. Isu dan muatan SARA amat peka dan mudah bereskalasi.

Muatan SARA lebih-lebih lagi sangat sensitif dan emosional secara mendalam, jika yang dijadikan sasaran adalah rumah-rumah ibadah. Kejadian memilukan dan memprihatinkan itu terjadi kemarin di Kupang. Sejumlah masjid dan beberapa bangunan lain dirusak.

Bagaimana duduknya perkara, seberapa jauh aksi perusakan itu spontan, seberapa jauh terkena provokasi, harus dibuat jelas. Terlepas dari bagaimana duduknya perkara, aksi kekerasan bermuatan SARA, lebih-lebih lagi perusakan rumah ibadah, tidak dapat kita benarkan, kita kecam dan agar kejadian itu menghentakkan kesadaran kita yang paling dalam.

Kita khawatir dan cemas, jangan sampai aksi-aksi kekerasan bermuatan SARA menjadi rangkaian aksi-reaksi yang berkepanjangan. Kita mendukung permintaan maaf seperti yang di antaranya disampaikan oleh Kardinal Julius Darmaatmadja.

Kita sependapat dengan ajakan Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Ali Yafie, tokoh-tokoh agama, dan Menteri Agama Prof Malik Fadjar, agar umat beragama menahan diri dan tidak membiarkan diri terbawa provokasi serta usaha adu domba.

ALANGKAH memprihatinkannya kondisi di mana kita sebagai bangsa kini berada. Pada mulanya kita mulai dengan mengalami krisis ekonomi seperti yang menimpa Thailand, Korea Selatan, Malaysia, Filipina.

Pada negara-negara itu, seperti Thailand dan Korea Selatan, krisis ekonomi dapat mulai diatasi dengan menggunakan kombinasi pendekatan ekonomi dan pendekatan politik. Pengalaman Indonesia berbeda. Krisis ekonomi berkepanjangan dan berlipat-ganda menjadi krisis politik, sosial, keamanan.

Melalui jalan reformasi kita canangkan harapan keluar dari krisis dan kita usahakan pemulihan serta pembangunan kembali. Langkah ke sana belum berhasil.

Krisis belum berhasil kita atasi. Kita bahkan acapkali merasa seperti ditimpa oleh permasalahan yang tidak habis-habisnya, desak mendesak, akumulatif dan memberikan kesan tidak pasti dari mana akan mengurainya.

KITA mengamati dan merasakan, bangkitnya aspirasi yang menggugat bukan saja KKN tetapi juga sendi-sendi perikehidupan kita bersama serta tekad kita untuk hidup bersama sebagai bangsa yang bermasyarakat majemuk, dan karena itu mempunyai dimensi SARA yang sangat bernuansa.

Tuntutan keadilan sebagai reaksi terhadap kondisi masa kemarin di sana-sini jatuh bersamaan dengan satu-dua unsur SARA. Kompetisi politik baik sebagai koreksi terhadap struktur kemarin maupun sebagai upaya membangun demokrasi masuk akal, jika bersentuhan pula dengan nuansa-nuansa SARA.

Kita tidak akan jemu-jemu untuk mengemukakan lagi kenyataan betapa sensitif dan labilnya kondisi masyarakat kita dewasa ini. Suatu insiden kecil atau suatu perkara kecil, amat mudah disulut menjadi peristiwa dan perkara besar.

Masuk akal, jika kepekaan dan kelabilan itu juga amat mudah terpicu dalam hal-ihwal yang bermuatan dan bernuansa SARA.

Faktor-faktor dan latar belakang itulah yang setiap kali mengajak kita agar janganlah dulu mengambil sikap taken for granted atau sudah dengan sendirinya dalam hal-ihwal yang bersentuhan dengan SARA. Lebih bijak kita berhati-hati, waspada serta sadar.

KITA mencemaskan ancaman desintegrasi bangsa dan negara Indonesia. Kita menghubungkan kemungkinan itu dengan persoalan pusat-daerah, persoalan otonomi, persoalan imbangan keuangan bahkan sampai ke persoalan bentuk negara federasi.

Benar dan sahihlah pandangan dan analisa itu. Akan tetapi baik juga kita sadari, bahwa persoalan SARA juga dapat menjadi pemicu desintegrasi. Memang kenyataan bahwa kita adalah bangsa yang bermasyarakat majemuk bisa menjadi atau peluang sinergi atau peluang pecah-belah.

Tidak usah kita mencari sejauh itu. Sekiranya ada yang tidak menghendaki pulihnya kestabilan dan keamanan sebagai upaya konsolidasi Orde Reformasi, jalan yang mudah ditempuh adalah jalan SARA.

KITA ingin benar, agar insiden dan peristiwa-peristiwa SARA menghentakkan kesadaran kita. Kejadian-kejadian semacam itu agar membulatkan komitmen dan kemauan kita untuk membangun persaudaraan dan kekeluargaan Bangsa Indonesia.

Kita sedang bekerja keras menegakkan hukum dan keadilan, menghormati hak-hak asasi serta mewujudkan demokrasi. Kita mempunyai tujuan bersama secara jelas, membangun masyarakat madani. Aneka macam nilai, prinsip dan etika menopang dan menjadi roh masyarakat madani.

Satu di antaranya adalah kemauan dan kemampuan untuk hidup rukun dalam kehidupan beragama. Keberadaban atau civility apalagi iman dan takwa di sana pula salah satu penghayatan dan manifestasinya.

Kebajikan itu telah kita miliki bahkan menjadi kebajikan sosial yang menopang dan memberi jiwa dan warna kepada kehidupan kita bersama sebagai bangsa dan negara yang bermasyarakat majemuk.

KITA memang sedang mengalami masa gonjang-ganjing. Justru karena itu, kita lebih waspada, lebih hati-hati dan lebih peduli lagi dalam menghadapi dan menangani hal-ihwal yang bermuatan SARA. Jangan kita terlena oleh provokasi.