PETA POLITIK SIATSOE (SIASAT SOEHARTO).
(14.06.98) Oleh: gsj@thepentagon.com

Sebagaimana layaknya tentara mundur dari medan perang, Soeharto meninggalkan ranjau-ranjau politik untuk mengamankan diri, keluarga, dan sangat mungkin, kedinastiannya. Bagaimanapun, kesinambungan kekuasaan bak dinasti adalah bagian utama dari trilogi politik kekuasaan Soeharto.

Trilogi kekuasaan Soeharto itu adalah intensifikasi, yi. Mengumpulkan kekayaan sebesar-besarnya (untuk ekstensifikasi dan kesinambungan kekuasaan); ekstensifikasi, yi. merangkul kelompok massa sebesar-besarnya (untuk intensifikasi dan mempertahankan kekuasaan); dan kontinuitas (untuk intensifikasi dan ekstensifikasi).

Ranjau politik pertama Soeharto mulai diletakkan dengan melimpahkan kekuasaan kepada Habibie, bak raja tua menyerahkan tahta pada putra mahkotanya. Hasilnya terlihat jelas dengan adanya reaksi pro kontra berbagai pihak terhadap pelimpahan kekuasaan kepada Habibie sebagai presiden "boneka" - sebagai manifestasi kesinambungan kekuasaan Soeharto dari trilogi di atas.

Siapakah yang akan menginjak ranjau-ranjau politik yang disebar Soeharto itu? Akankah Soeharto dan keluarganya termakan ranjaunya sendiri?

Sebelum sejarah menentukan catatannya, berikut ini diuraikan gambaran peta kelompok-kelompok politik di jaman rejim Orba "Baru" ini.

PETA PRO KONTRA HABIBIE

Kelompok Pendukung:

DPR/MPR, Parpol & Golkar, Ginandjar cs, Ormas Islam, Mahasiswa Islam

Kelompok Netral:

FKKP & MARA; Gema Madani & LSM; Megawati; GusDur; Kalangan Profesional

Kelompok Penentang:

Mahasiswa FORKOT; GRN, PCPP, YKPK, PNI BARU; SOEHARTOIS

TITIK PERBEDAAN

Pendukung:

Sasaran: Habibie pimpin reformasi

Alasan:

1. Konstitusional

2. Habibie laksanakan reformasi

Penentang:

Sasaran: SI MPR, Habibie turun

Alasan:

1. Tidak konstitusional

2. Bagian dari rejim Soeharto

KELOMPOK PENDUKUNG HABIBIE

[Pendukung] DPR/MPR

Pihak DPR/MPR memang tidak berkesempatan menjadi tuan rumah bagi penyerahan mandat Soeharto dan pengambilan sumpah Habibie. Namun mereka telah mengadakan koordinasi dengan Habibie selaku presiden dan telah membuat kesepakatan, al. untuk mengadakan SI MPR akhir 1998 atau awal 1999 yang menentukan jadwal Pemilu.

Dari kalangan ini, Harmoko layak diperhatikan secara khusus. Menjelang SU MPR Maret lalu, ia sempat melakukan manuver menjadi rival Habibie sebagai kandidat wakil Presiden. Posisinya yang masih menjadi incaran masyarakat - terutama menyangkut kepemilikan sahamnya di berbagai media sewaktu menjadi Menteri Penerangan - akan mendorongnya hanya melakukan langkah aman.

Namun, bila keadaan berubah, bukan tak mungkin ia berbalik langkah seperti yang

telah dilakukannya pada Soeharto.

[Pendukung] GOLKAR dan KLIK-NYA

Golkar akan penuh mendukung langkah Habibie untuk melaksanakan programnya

sampai Pemilu nanti. Sikap setelah itu belum dapat dipastikan. Sangat bergantung pada penyelesaian masalah internal, setelah partai ini runtuh bersamaan dengan runtuhnya Soeharto. Unsur-unsur pendukung Golkar, sementara ini cenderung berjalan masing-masing. Pernyataan Mien Sugandhi yang memperoklamirkan Partai MKGR menggambarkan tercerai-berainya kekuatan politik - yang dalam Pemilu terdahulu merebut 74 persen suara ini.

Lewat Golkar, Soeharto masih dapat memainkan peran di kancah politik. Selaku Ketua Dewan Pembina, ia masih menguasai Golkar sepenuhnya. Penunjukan beberapa nama termasuk Try Sutrisno dan Edy Sudrajat - dulu Menhankam - untuk ikut menangani Golkar tak luput dari tangan Soeharto. Di masa depan, besar kemungkinan Golkar akan berubah menjadi semacam partai konservatif dan merupakan 'sayap sipil' ABRI seperti pada awal pertumbuhannya.

(Dari Golkar inilah "reinkarnasi Soeharto" muncul sebagai ancaman "the empire strikes back". Senin, 8 Juni lalu Bambang Tri dan Tutut mulai giat lagi rapat DPP Golkar. Mereka bersekongkol dengan Ary Mardjono, Sekjen Golkar, untuk menggusur Harmoko dan menyiasati gempuran grup lain. Calon kuat mereka untuk Ketua Golkar adalah Edi Sudrajat yang dianggap punya citra tentara pembawa perubahan. Harmoko juga siap-siap mengalami gempuran dari grup Sarwono & Ginanjar Cs yang juga bermaksud me-"reformasi" Golkar.

Adapun Harmoko yang sudah menyatakan tak ingin dicalonkan lagi membentuk satu

Blok dengan Abdul Gafur, dan Habibie. Red. GSJ)

[Pendukung] PPP dan PDI (SOERJADI)

Dukungan lebih total pada Habibie diberikan oleh PPP. Sebagai anak bawang dari sistem negara selama ini, PPP menyambut gembira uluran Habibie untuk menyertakan orangnya di kabinet, yakni Hamzah Has dan A.M. Syaefudin. Kepemimpinan Habibie di ICMI mempunyai andil tersendiri dalam membangun kedekatan kedua pihak.

Bagi PDI (Soerjadi), mendukung Habibie adalah pilihan yang tak terhindarkan. Posisinya yang selalu diincar kelompok Mega membuat mereka harus dekat dengan kekuasaan. Apalagi Habibie juga memberi mereka kursi yang kemudian ditempati Panangian Siregar.

[Pendukung] ABRI

ABRI secara resmi tentu mendukung Habibie, sesuai ucapan Pangab Jend. Wiranto sesuai pengambilan sumpah Habibie. Meskipun demikian, secara pribadi Wiranto bukanlah orang yang dekat dengan Habibie. Dalam menghadapi tuntutan reformasi, ABRI masih tampak gamang. Apalagi jika harus menyangkut dirinya sendiri.

Beberapa kasus bisa memperlihatkan kegamangan tersebut. Hingga kini, kepolisian belum bergerak cepat untuk mengungkap kasus penculikan, serta kasus pembunuhan Udin dan Marsinah, kendati pada ketiga kasus tersebut sudah terdapat sejumlah petunjuk yang sangat kuat. (Terlebih kasus penjarahan dan pembakaran Medan-Jakarta serta pemerkosaan dan penganiayaan etnis keturunan Cina yang belum disikapi aparat keamanan sama sekali meskipun masyarakat mensinyalir tragedi tersebut terjadi secara terorganisir. Red. GSJ).

ABRI juga belum melepas status Aceh sebagai daerah operasi militer, sekalipun telah terjadi penyalahgunaan dan kesewenangan dengan status tersebut.

Hingga kini belum tampak upaya ABRI untuk melakukan reformasi internal agar lebih sesuai dengan keadaan luar. Berbeda terhadap Soeharto, terhadap Habibie ABRI juga tampak belum sehati.

[Pendukung] KELOMPOK GINANDJAR

Ginandjar adalah figur selain Harmoko yang sempat dianggap pesaing Habibie untuk kursi wakil presiden. Pernyataannya "tidak bersedia dicalonkan" dikaitkan dengan kasus Hotel Radisson, yang menyudutkan Arifin Panigoro (bos Medco, kelompok Bangbayang, Red. GSJ) - kawan pesta Ginanjar – seperti hendak membiayai gerakan people's power yang mengedepankan Amien Rais. Ginandjar telah membuat jasa besar yang memungkinkan Habibie naik sebagai presiden. Penolakannya bersama 11 menteri untuk ditunjuk menjadi bagian Kabinet Reformasi merupakan pukulan telak yang memaksa Soeharto mundur seperti terucap pada pidato pengunduran dirinya 21 Mei lalu. Malam sebelumnya para menteri kelompok Ginandjar bahkan telah berada di rumah Habibie. Namun pernyataannya beberapa hari kemudian membuat orang gampang menyimpulkan: koalisinya dengan Habibie sangat rentan. Atas nama para menteri yang dipimpinnya, ia siap mundur dalam satu-dua bulan.

Ginandjar adalah sedikit dari pemimpin nasional yang punya kemampuan manajemen baik. Hambatannya adalah faktor moralitas dan dikenal dengan praktek koncoisme.

[Pendukung] ORMAS ISLAM

Mereka mewakili kelompok masyarakat yang paling menjadi korban kebrutalan periode awal Orde Baru. Di lingkungan merekalah ekstrem kanan selalu distempelkan. Praktis tak ada satu pihakpun yang membelanya. Kasus Komando Jihad, NII, Pembajakan Woyla, Pesantren Ngruki, Tanjung Priok, Kasus Lampung (hingga Sampang, Red. GSJ) - yang semuanya telah menewaskan ratusan orang dan membuat ratusan lainnya dipenjara - yang menyudutkan kalangan mereka, hampir semuanya dicurigai rekayasa.

Dengan membawa beban trauma tersebut, mereka banyak berharap pada figur ABRI yang menggunakan simbol Islam. Dibanding terhadap Habibie, mereka sebenarnya lebih dekat dengan tokoh seperti Hartono dan Prabowo. (Mereka ini misalnya KISDI dan IPS yang memunculkan Fadli Zon sebagai tokoh intelektual dan penyusun strategi gerakan anti etnis Cina).

[Pendukung] MAHASISWA DAN INTELEKTUAL ISLAM

Dengan obsesi menjadikan Indonesia sebagai bangsa dan negara modern dengan berpijak pada moralitas keagamaan seperti Malaysia, kalangan ini mendukung Habibie, sekaligus tokoh luar pagar Amien Rais. Di kalangan mahasiswa, mereka diwakili secara jelas oleh KAMMI, dan - yang kurang verbal – oleh kalangan Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (yang banyak dikuasai orang mereka, termasuk Rama Pratama Ketua SMUI, Red. GSJ). Mereka adalah pihak yang segera meninggalkan Gedung DPR/MPR begitu Soeharto muncul dan

Habibie naik. (Mereka juga yang pada hari Jumat 22/5, kembali dengan aksi konfrontasi mendukung Habibie. Sampai mahasiswa diusir dari Gedung DPR/MPR Sabtu dinihari, mereka baru keluar dari mesjid Gedung DPR/MPR sambil berseru, "Horree...!!!" sambil berlari dengan dipimpin Fadli Zon disaksikan beberapa rekan wartawan yang beristirahat di Gedung Baru DPR/MPR. Red.GSJ).

Selain mereka, masyarakat Islam perkotaan juga termasuk. Yusril Ihza Mahendra (mantan Ketua MPM UI jaman Dewan Mahasiswa terakhir) masuk dalam kelompok ini.

 

KELOMPOK NETRAL TERHADAP HABIBIE

[Netral] FKKP DAN MARA

Amien Rais adalah pilar dari dua kelompok yang sangat beragam ini. Di Forum Kelompok Kekuatan Penyeimbang (FKKP), Amien Rais duduk bersama Nurcholis Madjid, Adnan Buyung Nasution, Rudini, dan Sudjana Sapi'ie. Sedangkan Majelis Amanat Rakyat (MARA) diisi oleh figur yang lebih seragam, mulai Arifin Panigoro hingga Goenawan Mohammad. Arbie Sanit banyak berperan dalam merumuskan konsep kelompok ini.

Secara umum, kalangan ini setuju memberi Habibie kesempatan dengan tetap mempercepat pemilu. Mereka menganggap pengangkatan Habibie sesuai konstitusi. Yang hendak mereka perankan, menurut Amien Rais adalah sparing partner, hingga Habibie melaksanakan reformasi total. Secara pribadi, Amien juga tetap menjaga hubungan dengan pendukung Habibie. Termasuk dua orang kawan dekatnya, yaitu Adi Sasono dan Malik Fadjar yang kini menjadi menteri.

[Netral] GEMA MADANI DAN LSM-LSM

Kelompok Gema Madani dilahirkan oleh kalangan LSM papan atas menjelang SU MPR lalu. Mereka menyiapkan Emil Salim sebagai kandidat wakil presiden bersaing dengan Habibie. Saat itu, beberapa kalangan yang dekat dengan Amerika Serikat pun mendukungnya.

Setelah Soeharto mundur, Emil Salim sempat bergabung dengan FKKP. Mengaku kecewa dengan kesepakatan Habibie dengan DPR/MPR yang mengagendakan pemilu pertengahan atau akhir tahun depan, Emil menyatakan mundur dari forum tersebut. Meskipun memimpin, Emil bukanlah figur sentral perumus arah Gema Madani. Anggota kelompok ini menjalin hubungan dengan berbagai pihak, baik penentang maupun pendukung Habibie (kelompok Ginandjar). Kini mereka pun mencoba menggandeng kalangan keturunan Cina yang masih trauma atas peristiwa 14 Mei lalu, di antaranya lewat acara yang diselenggarakan Prasetya

Mulya di Hotel Da Ichi, Jumat, 5/6 lalu.

[Netral] KELOMPOK MEGAWATI

Hingga kini Megawati belum bersuara tentang pemerintahan Habibie. Setelah lama berdiam diri, Mega justru menghimbau masyarakat untuk tidakmenghujat Soeharto. "Kepada adik-adik, saya bilang stop," kata Mega 1 Juni lalu,

"Karena bagaimanapun, ia (Soeharto) adalah Presiden RI yang kedua."

Pernyataan tersebut menimbulkan dugaan bahwa Mega tengah bermain dengan ABRI yang telah dua kali menegaskan akan melindungi keluarga Soeharto.

Sebelum itupun telah banyak dugaan demikian. Saat itu banyak orang berharap Mega mau

bicara untuk mengungkap kasus penculikan Haryanto Taslam yang diduga dilakukan oknum ABRI. Namun Mega memilih bungkam. Di sisi lain, Mega juga dekat dengan salah seorang motor penting penentang Habibie, yaitu Prof. Dr. Dimyati Hartono. Bersama Taufik Kiemas, suami Mega, Dimyati disebut-sebut punya hubungan juga dengan kalangan militer.

[Netral] KELOMPOK GUS DUR

Pihak Gus Dur juga tampak hati-hati melangkah. Pada dasarnya, pihak Gus Dur berjarak dengan Habibie lebih dari terhadap Soeharto. Penunjukan anggota NU, Hamzah Haz, sebagai Menteri Negara Investasi dan Penanaman Modal tak membuat jarak tersebut terjembatani. Hamzah Haz tidak dekat dengan basis massa Gus Dur, yakni kalangan muda NU.

Pendekatan pribadi Habibie sedikit banyak mengencerkan ketegangan lama tersebut. Semasa Gus Dur dirawat di rumah sakit, Habibie dua kali datang menengok. Setelah menjadi presiden pun, Habibie meluangkan waktu sekali untuk menengok Gus Dur di rumahnya.

Kepada para wartawan, 24 Mei lalu, Gus Dur menjelaskan sikapnya terhadap Habibie secara diplomatis. Dukungan NU terhadap konstitusionalitas Habibie tidak bersifat mutlak. "Semua tergantung Habibie," katanya.

[Netral] PENGUSAHA DAN PROFESIONAL

Kalangan ini umumnya lebih peduli untuk mencermati langkah pemerintahan Habibie dalam mengatasi krisis ekonomi sekarang. Kebanyakan mereka menyambut respek berbagai terobosan Habibie dalam bidang politik. Di antaranya adalah pembebasan narapidana dan tahanan politik. Namun mereka menyayangkan ketidakmampuan Habibie untuk merangkul semua pihak agar perbedaan politik segera diatasi agar ekonomi cenderung membaik, tidak terus memburuk.

 

KELOMPOK PENENTANG HABIBIE

[Penentang] MAHASISWA 'FORUM KOTA'

Mereka adalah para mahasiswa yang umumnya berada di luar SMPT – yang terhimpun dari berbagai kelompok perguruan tinggi. Di Jakarta mereka menyebut dirinya "Forum Kota" dan banyak melibatkan mahasiswa IKIP Jakarta, Unas, dan UKI. Kelompok inilah yang terus menduduki gedung DPR/MPR hingga evakuasi Sabtu (23/5) dinihari. Senin pekan lalu mereka datang ke Gedung DPR/MPR untuk mendesak MPR segera mengadakan SI dan menurunkan Habibie. Mereka menolak Habibie dengan alasan:

Habibie adalah bagian dari rejim Soeharto, karenanya ia tak layak diberi kesempatan memimpin negara di era reformasi - serupa dengan penolakan pendukung Corry Aquino terhadap Fidel V. Ramos yang pernah menjadi tangan kanan Marcos. Beberapa kalangan LSM mendukung posisi ini, termasuk Yenny Rosa Damayanti yang baru pulang dari Belanda.

[Penentang] GRN, PCPP, YKPK, ANGKATAN '45, PNI BARU

Mereka berasal dari berbagai kelompok yang berbeda-beda, namun memiliki beberapa persamaan satu sama lain. Diantaranya adalah: para pemimpinnya adalah tokoh-tokoh senior seangkatan atau sedikit di bawah angkatan Soeharto. Sebagian dari mereka dibesarkan oleh - bahkan hidup berkecukupan karena Orde Baru, kecuali sebagian kecil seperti Ny. Supeni, Ketua PNI Baru.

Para tokoh kelompok ini adalah mantan Menteri Penambangan dan Energi Prof. DR. Subroto mewakili Gerakan Reformasi Nasional (GRN), Ali Sadikin anggota Petisi 50 dari Angkatan '45, Prof. Dr. Sambas W. yang memimpin Persatuan Cendekiawan Pembangunan Pancasila (PCPP), dan Mayjen TNI (Purn.) Bambang Triantoro dari Yayasan Kerukunan Persaudaraan Kebangsaan (YKPK). Kedua organisasi terakhir dibentuk beberapa tahun yang lalu, setelah Habibie memimpin ICMI. Kalangan ini mendesak DPR/MPR untuk segera mengadakan SI, dan mengganti Habibie dengan dewan yang akan mempersiapkan pemilu mendatang. Pijakan

mereka adalah pandangan yang dikemukakan Prof. Dr. Dimyati Hartono bahwa pengangkatan Habibie - yang langsung mendapat pelimpahan dari presiden terdahulu Soeharto - tidak konstitusional. Semestinya, menurut pandangan ini, Soeharto menyerahkan mandatnya dulu kepada MPR, dan MPR lalu memilih presiden baru.

[Penentang] SOEHARTOIS DAN FAKSI LAIN

Setidaknya terdapat dua kelompok dalam kategori ini. Pertama, kalangan pendukung Soeharto. Kedua, mereka yang mengatasnamakan atau membawa simbol etnis.

Kelompok Soehartois yang mencakup berbagai kalangan itu ditulangpunggungi

oleh keluarga FKPPI. Menjelang SU MPR yang lalu, wakil mereka di DPR/MPR

Indra Bambang Oetoyo tidak menutupi ketidaksenangannya atas pencalonan Habibie sebagai wapres. Dalam penentuan anggota DPR/MPR yang lalu, nama Tutut, putri sulung Soeharto - pun disebut-sebut berkait dengan pencoretan orang-orang Habibie.

Penolakan kalangan ini terhadap Habibie ditentukan oleh Soeharto sendiri.

Runtuhnya kekuasaan Soeharto juga memaksa mereka berdiam diri. Namun menurut Berita Buana (6/6), Gus Dur menyebut bahwa Soeharto pun memusuhi Habibie.

Sedangkan penentang Habibie lainnya membawa simbol etnis. Di Jakarta kelompok Persatuan Intelektual Bangsa mendesak DPR/MPR agar segera mengadakan SI, serupa dengan desakan Masyarakat Minahasa di Manado.

Disadur dari ADIL No. 36 (10-16 Juni 1998) ditambahkan dari berbagai sumber


BACK


Copyright © 1998 INDO CHAOS All rights reserved.